Program Makan Bergizi Gratis (MBG) Berdampak Positif, Indeks Massa Tubuh Anak Naik

Siswa menyantap makanan bergizi gratis di SD Negeri 10 Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa (8/7/2025). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan realisasi anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) semester-I 2025 mencapai Rp5 triliun atau sekitar 7,1 persen dari total alokasi anggaran sebesar Rp71 triliun, dan untuk sementara telah menjangkau 5,58 juta penerima manfaat. ANTARA FOTO/Auliya Rahman/tom.

SALINDIA.ID – Jakarta, Pemerintah mulai melihat hasil nyata dari pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di berbagai wilayah. Program ini menunjukkan dampak positif terhadap status gizi anak-anak dan remaja. Salah satu indikator keberhasilan tersebut terlihat dari peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang tercatat di beberapa daerah penerima manfaat.

Menurut Ikeu Tanziha, Dewan Pakar Bidang Gizi Badan Gizi Nasional (BGN), pemantauan selama 15 minggu pelaksanaan MBG di Kota Bogor menunjukkan peningkatan rata-rata IMT menurut umur. Hal yang sama juga terpantau di Aceh, di mana status gizi siswa sekolah dasar penerima program ini mengalami perbaikan signifikan ke arah status gizi yang lebih sehat. Pernyataan ini disampaikan Ikeu saat kunjungan ke SDS Barunawati II, Slipi, Jakarta Barat, pada Senin (14/7/2025).

IMT adalah ukuran yang digunakan untuk mengetahui status gizi seseorang berdasarkan perbandingan antara berat badan dan tinggi badan. Melalui nilai IMT, seseorang dapat diketahui memiliki berat badan kurang, ideal, berlebih, atau mengalami obesitas. Program MBG sendiri dirancang sebagai bagian dari intervensi nasional untuk memperbaiki kualitas gizi masyarakat, terutama anak-anak dan kelompok rentan seperti ibu hamil dan menyusui. Makanan bergizi disediakan secara langsung, baik di lingkungan sekolah maupun di komunitas yang membutuhkan.

Ikeu menegaskan bahwa masalah gizi merupakan persoalan tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga global. Ia menjelaskan bahwa lembaga internasional seperti WHO dan UNICEF telah menetapkan enam target utama dalam perbaikan gizi dunia, termasuk penurunan prevalensi stunting, wasting, dan overweight, serta peningkatan cakupan pemberian ASI eksklusif. Di Indonesia sendiri, tantangan gizi tidak hanya datang dari kekurangan gizi semata, melainkan juga dari kelebihan gizi dan kekurangan zat gizi mikro. Kondisi ini disebut sebagai Triple Burden of Malnutrition, yakni suatu situasi ketika satu daerah menghadapi tiga masalah sekaligus: undernutrition, overnutrition, dan micronutrient deficiency.

Meskipun tantangan tersebut tidak ringan, intervensi pemerintah mulai menunjukkan hasil yang menggembirakan. Berdasarkan data BGN, prevalensi stunting di Indonesia berhasil ditekan dari 21,5 persen pada tahun 2023 menjadi 14,8 persen pada 2024. Penurunan juga terjadi pada prevalensi wasting, dari 8,5 persen menjadi 7,4 persen dalam periode yang sama. Menurut Ikeu, tren positif ini perlu dijaga dan ditingkatkan dengan intervensi berkelanjutan yang menjangkau seluruh fase kehidupan, dimulai dari masa kehamilan, menyusui, hingga masa pertumbuhan anak dan remaja.

Ikeu juga menyoroti pentingnya intervensi pada masa 1.000 hari pertama kehidupan, yaitu sejak awal kehamilan hingga anak berusia dua tahun. Masa ini disebut sebagai periode emas dalam tumbuh kembang anak. Ia menegaskan bahwa salah satu fokus utama Program MBG adalah kelompok ini, karena kualitas gizi dalam 1.000 hari pertama sangat menentukan perkembangan fisik dan kognitif anak ke depan.

“Karena itu, BGN sangat menaruh perhatian pada kelompok ini. Salah satu sasaran utama penerima makanan bergizi adalah ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita dalam 1.000 hari pertama mereka,” tambah Ikeu.

Melalui penguatan program seperti MBG dan sinergi lintas sektor, Ikeu berharap masalah gizi yang kompleks di Indonesia dapat terus ditekan secara berkelanjutan menuju pencapaian visi Indonesia Maju 2045.

Share :

Add New Playlist