SALINDIA.ID – Aceh Besar, Di tengah derasnya arus globalisasi dan perkembangan teknologi digital, perhatian dunia terhadap khazanah keilmuan klasik justru semakin tumbuh. Salah satu yang kini mendapat sorotan internasional adalah Pustaka Kuno Zawiyah Tanoh Abee, sebuah koleksi manuskrip Islam bersejarah yang diwariskan secara turun-temurun oleh keluarga besar Teungku Chik Tanoh Abee, ulama kharismatik Aceh dari abad ke-16 hingga ke-19.
Koleksi ini memuat manuskrip langka yang mencerminkan kekayaan spiritual, keilmuan, dan perjuangan umat Islam masa silam. Sayangnya, perhatian besar dari dunia luar tersebut tidak dibarengi dengan dukungan serius dari pemerintah daerah Aceh. Belum terlihat adanya program pelestarian yang memadai—baik dalam bentuk digitalisasi, restorasi, maupun pengamanan naskah.
Baru-baru ini, T. Abulis, cucu Abu Muhammad Dahlan Tanoh Abee sekaligus penanggung jawab perawatan manuskrip di Pustaka Tanoh Abee, menyampaikan bahwa pihaknya telah menerima sejumlah tawaran kerja sama dari lembaga-lembaga internasional yang ingin membantu pelestarian pustaka tersebut.
“Kami menerima berbagai ajakan kerja sama dari negara-negara dan lembaga internasional untuk membantu perawatan dan pelestarian manuskrip-manuskrip kuno yang ada di Pustaka Kuno Zawiyah Tanoh Abee,” ujar T. Abulis kepada Salindia.id. Selasa, (15/07/2025).
Dua di antara yang terbaru adalah Asia Culture Center (ACC) dan Memory of the World Committee for Asia and the Pacific (MOWCAP) – UNESCO. Kedua lembaga tersebut menilai Pustaka Kuno Tanoh Abee sebagai bagian penting dari warisan intelektual Islam yang perlu dijaga dan dikenalkan ke dunia.
Menanggapi tawaran tersebut, pihak keluarga dan pengelola zawiyah sedang mempelajari secara mendalam berbagai aspek kerja sama. Segala keputusan akan diambil bersama dengan Teungku Abdul Hafidz Al Fairusy Al Baghdady (Cut Fid), sebagai pimpinan utama zawiyah dan pewaris amanah keilmuan keluarga.
“Segala bentuk kerja sama akan tetap berlandaskan pada penghormatan terhadap nilai-nilai keulamaan, amanah keluarga, serta keberlanjutan ilmu yang diwariskan oleh para pendahulu,” tegas pengelola zawiyah.
Situasi ini menjadi cermin bagi pemerintah Aceh: apakah kita akan membiarkan warisan sebesar ini dirawat oleh bangsa lain, sementara kita sendiri acuh? Warisan intelektual seperti Pustaka Kuno Tanoh Abee bukan sekadar dokumen sejarah, melainkan saksi hidup dari peradaban Islam yang pernah jaya di Tanah Rencong.