SALINDIA.ID – Jakarta, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan komitmennya untuk terus mengawal pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang merupakan salah satu program strategis nasional. Dukungan ini bagian dari pendekatan pencegahan korupsi yang menjadi prioritas lembaga antirasuah.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menyampaikan bahwa ada empat aspek krusial yang harus diawasi secara ketat agar pelaksanaan MBG tetap berada di jalur transparan dan akuntabel. Hal ini disampaikannya dalam diskusi daring bersama Transparency International Indonesia (TII) pada Selasa, 1 Juli 2025.
Dikutip dari laman resmi KPK RI, www.kpk.go.id, Setyo menjelaskan aspek pertama adalah tata kelola anggaran. Dengan nilai anggaran yang besar, MBG harus dikelola dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas, termasuk melalui pemanfaatan teknologi informasi.
“Anggarannya besar sekali, untuk menekan potensi penyimpangan anggaran perlu tata kelola keuangan yang transparan serta akuntabel. Bisa memanfaatkan teknologi informasi sehingga semua pihak bisa melihat nilai real penyerapan, distribusi dan pemanfaatannya,” jelasnya.
Aspek kedua yang disorot adalah optimalisasi sumber daya manusia, baik dari pegawai Badan Gizi Nasional (BGN) maupun mitra pelaksana di lapangan seperti vendor dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Menurutnya, sistem pengawasan harus mampu menjangkau seluruh rantai pelaksana.
“Aspek SDM ini adalah kekuatan sekaligus tantangan. Sebagai sebuah kesatuan rantai bisnis yang saling terkait, semuanya harus bertanggung jawab dan bisa diawasi,” katanya.
Ketiga, KPK menekankan pentingnya pengendalian mutu bahan pangan. Setyo menyebut, kualitas gizi makanan yang dikonsumsi anak-anak harus menjadi perhatian utama agar tidak menimbulkan masalah kesehatan.
“Ini perlu dikontrol agar makanan yang dikonsumsi anak-anak jangan sampai ada masalah dari sisi gizi, tampilan dan lainnya,” tegasnya.
Keempat, kesiapan infrastruktur seperti dapur dan gudang MBG juga perlu dikawal dari tahap perencanaan hingga pelaksanaan. Menurutnya, pengawasan tidak cukup dilakukan oleh pemerintah, tapi harus melibatkan masyarakat, media, dan LSM.
“Jika empat aspek ini dilakukan secara transparan dan inklusif, saya yakin bisa dipertanggungjawabkan dan dikoreksi jika ada kekeliruan,” ujar Setyo.
Ia juga mengungkapkan bahwa KPK telah menerima audiensi dari BGN dan mengarahkan koordinasi dengan Kedeputian Pencegahan serta Monitoring KPK. Hasil kajian disampaikan sebagai dukungan bagi penguatan tata kelola MBG.
“Seperti adanya penyusunan peraturan dan instruksi presiden terkait MBG. Penguatan kelembagaan bisa dengan mendirikan kantor pelayanan di setiap provinsi,” tambahnya.
Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani, dalam diskusi tersebut juga menegaskan pentingnya pengawasan lintas sektor serta audit berkala untuk memperbaiki pola kerja program.
“Keterlibatan banyak pihak memudahkan pengawasan. Audit berkala juga diperlukan untuk menemukan pola terbaik dalam pengolahan dan distribusi pangan,” ujarnya.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menyoroti belum adanya regulasi dan standar layanan program MBG sebagai persoalan mendasar yang menghambat koordinasi antar-lembaga.
“Saya khawatir korupsinya besar karena tidak ada peraturan dan standar tata kelolanya. Kalau BPOM tidak dilibatkan secara resmi, siapa yang menjamin kualitas makanannya?” tandasnya.
Agus dan Netty sepakat bahwa kolaborasi antara BGN dan BPOM harus diperkuat, termasuk penyediaan anggaran khusus untuk pengawasan pangan. Mereka menekankan pentingnya sinergi kelembagaan agar pengawasan berjalan efektif di seluruh daerah.
“Memperkuat komitmen kolaborasi BGN dengan BPOM di seluruh daerah akan berdampak pada mutu pangan dan keamanan konsumsi anak-anak,” ujar Netty.
Dengan kolaborasi seluruh pemangku kepentingan dan pengawasan ketat dari lembaga negara serta masyarakat, program MBG diharapkan berjalan bersih, tepat sasaran, dan memberi dampak nyata bagi generasi penerus bangsa.