SALINDIA.ID – Pidie, Semangat baru dalam merawat dan melestarikan sejarah lokal digaungkan di Kabupaten Pidie. Melalui gelaran Meuseuraya Akbar 2025, berbagai elemen masyarakat, akademisi, dan pemerintah daerah menunjukkan komitmennya dalam membangun kembali kesadaran sejarah Aceh yang selama ini dinilai masih terabaikan.
Acara pembukaan yang berlangsung di Gedung Meusapat Ureung Pidie, Minggu (26/5/2025) malam, diwarnai dengan penampilan budaya, pameran artefak, dan seruan bersama untuk menumbuhkan kembali kecintaan terhadap jejak-jejak sejarah Aceh yang nyaris terlupakan.
Plt. Asisten I Setdakab Pidie, Safrizal SSTP, MEc.Dev, mewakili Bupati Pidie, menyatakan apresiasinya atas inisiatif yang tidak hanya melibatkan pemerintah, tetapi juga masyarakat sipil dan komunitas sejarah. “Ini bukan hanya tentang mengenang masa lalu, tapi tentang membangun identitas budaya dan menjaga marwah leluhur kita,” ujar Safrizal.
Pameran sejarah yang memuat ratusan artefak seperti manuskrip kuno, mata uang, dan senjata tradisional menjadi daya tarik utama. Pameran ini bertujuan memberi pengalaman edukatif dan visual kepada masyarakat, khususnya generasi muda, agar lebih dekat dengan akar budaya mereka.
Ketua Panitia Meuseuraya Akbar, Iskandar Tungang, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan kerja kolaboratif lintas komunitas dalam rangka menjaga situs-situs bersejarah di Aceh. “Semangat meuseuraya ini adalah bentuk gotong royong khas Aceh untuk melestarikan warisan budaya yang menjadi identitas kita,” ungkapnya.
Ketua MAPESA, Mizuar Mahdi, menyebut narasi sejarah Aceh selama ini masih menyisakan banyak ruang kosong. “Sejarah kita belum selesai. Apa yang kita ketahui hari ini masih jauh dari utuh,” ujarnya. Karena itu, menurutnya, kegiatan seperti ini menjadi penting untuk menggali dan membangun kembali kesadaran kolektif masyarakat terhadap sejarah mereka sendiri.
Selain pameran, rangkaian acara lainnya mencakup tur edukatif ke makam dan situs bersejarah, penanaman pohon, workshop kebudayaan, hingga acara puncak meuseuraya akbar dan khanduri jeurat pada Rabu (28/5/2025), yang akan ditutup dengan duek pakat—forum perumusan kebijakan pelestarian situs sejarah.
Partisipasi sejumlah tokoh dan institusi, termasuk BPK Wilayah I Aceh, unsur TNI-Polri, DPRK, dan lembaga yudikatif, menandai bahwa kesadaran sejarah bukan lagi milik segelintir pegiat budaya, melainkan sudah menjadi urusan kolektif untuk keberlanjutan identitas daerah.