SALINDIA.ID – Jakarta, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menegaskan pentingnya upaya skrining sebagai bagian dari layanan kesehatan primer di Indonesia, selain imunisasi. Dalam keterangan resminya, Kamis (10/10/2024), Budi menyebutkan bahwa skrining yang paling masif dilakukan adalah untuk penyakit gizi pada balita, seperti stunting.
“Skrining dilakukan dengan mengukur tinggi dan berat badan. Dulu, pengukurannya tidak standar. Sekarang, ada alat yang disebut antropometri untuk skrining, yang berfungsi sebagai alat ukur tinggi dan berat bayi,” jelas Budi.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mendistribusikan lebih dari 300.000 alat antropometri ke posyandu di seluruh Indonesia untuk menstandarkan proses penimbangan, mengingat sebelumnya alat timbang di posyandu tidak terstandarisasi.
Selain skrining pada balita, Budi menjelaskan bahwa skrining masif juga dilakukan untuk bayi dalam kandungan dan ibu hamil. Skrining ini memerlukan biaya yang besar karena melibatkan pengadaan alat ultrasonografi (USG) bagi 10.000 puskesmas di seluruh Indonesia.
“Kematian bayi dan ibu di negara kita masih tinggi dan sulit menurun, karena ketersediaan alat USG yang terbatas. Ketika saya menjabat sebagai Menteri Kesehatan, hanya 2.200 dari 10.000 puskesmas yang memiliki alat USG,” kata Budi.
Padahal, sebagian besar kelahiran terjadi di puskesmas. Pada saat itu, hanya 22 persen ibu hamil di Indonesia yang bisa mendapatkan layanan USG. Untuk mengatasi hal ini, Kemenkes telah mendistribusikan alat USG ke seluruh puskesmas.
Selain digunakan untuk skrining bayi dalam kandungan, alat USG juga dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi kanker payudara. Skrining kanker serviks juga telah dilakukan secara intensif dengan menggunakan mesin PCR.
“Dengan menggunakan mesin PCR, dilakukan swab pada serviks, bukan pada hidung. Dari sini bisa diketahui apakah terdapat potensi virus penyebab kanker serviks atau tidak,” kata Budi.
Budi juga menyoroti upaya skrining untuk tuberkulosis (TB). Sebelumnya, dari target satu juta orang, hanya sekitar 500 ribu hingga 600 ribu orang yang berhasil terdeteksi, sementara 400 ribu lainnya berpotensi menularkan penyakit ini.
“Skrining TB kini meningkat, mencapai 840.000 orang. Kami berharap tahun ini bisa mencapai 900.000 orang. Selain itu, skrining untuk penyakit tidak menular juga terus dilakukan. Di Indonesia, banyak kematian disebabkan oleh stroke, penyakit jantung, dan kanker,” tambah Budi.
Budi menekankan bahwa untuk mengatasi stroke dan penyakit jantung atau masalah kardiovaskular, perlu diperhatikan tekanan darah, gula darah, dan kadar lemak darah. Jika tekanan darah tinggi terdeteksi, obatnya sudah tersedia secara gratis di puskesmas.
“Gula darah yang tinggi juga berbahaya. Program skrining ini adalah contoh dari upaya besar layanan kesehatan yang dilakukan di puskesmas,” tutup Budi.