Akhiri Krisis Kemanusiaan, Menlu OKI Harapkan Dukungan Prancis

Para menteri luar negeri OKI termasuk Menlu Indonesia Retno Marsudi (kedua kanan) bertemu dengan Menlu Rusia Sergei Lavrov (keempat kanan) di Moskow pada Selasa (21/11/2023). (ANTARA/HO-Kemlu RI)

SALINDIA.ID – Jakarta, Sejumlah menteri luar negeri negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), termasuk Indonesia, mengharapkan dukungan Prancis untuk mengakhiri krisis kemanusiaan yang dipicu perang antara Israel dan kelompok Hamas Palestina di Gaza.

Permintaan itu disampaikan oleh menlu Indonesia, Arab Saudi, Palestina, Yordania, Mesir, Nigeria, dan Sekretaris Jenderal Liga Arab dalam pertemuan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang dilanjutkan pertemuan dengan Menlu Prancis Catherine Colonna di Paris, pada Rabu (22/11/2023).

“Para menlu (OKI) mengharapkan Prancis menggunakan pengaruhnya terhadap negara lain untuk tidak menerapkan standar ganda untuk kasus Palestina,” kata  Retno  menyampaikan keterangan pers secara daring pada Kamis (23/11/2023).

Penerapan standar ganda perlu dihindari karena hukum internasional, dan hukum humaniter internasional harus dihormati oleh semua negara di dunia, termasuk ketika merespons situasi terkini di Gaza yang belasan ribu warganya tewas akibat serangan membabi-buta yang dilancarkan Israel dengan menargetkan warga dan fasilitas sipil.

Dalam pertemuan yang disebut Retno berlangsung cukup lama dan sangat terbuka dengan Presiden Macron, para menlu OKI kembali menekankan pentingnya gencatan senjata dan pemberian bantuan kemanusiaan yang tanpa hambatan bagi warga terdampak konflik di Gaza.

“Para menlu (OKI) menyambut baik ucapan Presiden Macron bahwa ‘tidak ada double standard’ bagi Prancis,” tutur Retno.

Sementara dalam pertemuan dengan Menlu Prancis, para menlu OKI membahas mengenai pentingnya sebuah resolusi Dewan Keamanan PBB yang lebih kuat dan menyeluruh, terutama mengenai masalah bantuan kemanusiaan. Dalam hal ini, posisi Prancis sebagai anggota tetap DK PBB sangat diharapkan untuk bisa mendukung.

Prancis merupakan destinasi terakhir yang dikunjungi para menlu OKI setelah China, Rusia, dan Inggris, untuk menggalang dukungan bagi penyelesaian krisis di Gaza dan mengupayakan perdamaian Palestina—sesuai mandat KTT OKI-Liga Arab yang diselenggarakan di Riyadh pada 11 November lalu.

Pendekatan pertama yang dilakukan para menlu OKI adalah dengan mengunjungi dan menemui pemerintah negara-negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB yaitu China, Rusia, Inggris, dan Prancis.

Pendekatan yang sama, menurut Retno, akan dilakukan juga ke sebanyak mungkin pihak.

“Kita sangat berharap dengan diskusi yang terbuka ini, maka upaya untuk melakukan de-eskalasi akan dapat terus dilanjutkan, walaupun kita tahu masih terdapat perbedaan pandangan, terutama mengenai isu gencatan senjata,” kata dia.

Dalam diskusi dengan negara-negara semua pihak sepakat mengenai pentingnya bantuan kemanusiaan yang lebih besar dan cepat dari yang ada saat ini, mengingat situasi kemanusiaan di Gaza sudah sangat buruk.

“Semua juga sepakat menentang forced displacement (upaya pemindahan secara paksa warga Palestina oleh militer Israel). Semua juga memiliki kesamaan pandangan bahwa solusi dua negara masih harus menjadi rujukan bagi penyelesaian masalah Palestina,” tutur  Retno.

Sementara itu, seperti dilansir sejumlah sumber, jeda kemanusiaan akan dimulai di Jalur Gaza pada pukul 7 pagi waktu setempat (pukul 12 siang waktu Jakarta) pada Jumat, Qatar mengumumkan pada Kamis.

“Kelompok sandera sipil pertama akan ditukar sekitar pukul 4 sore hari Jumat,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar Majed al-Ansari dalam konferensi pers di Doha.

Dia mengatakan, bahwa 50 sandera akan dibebaskan dalam waktu empat hari.

“Kelompok pertama sandera terdiri dari 13 perempuan dan anak-anak,” tambahnya.

Para Rabu (22/11/2023), Kementerian Luar Negeri Qatar mengumumkan bahwa kesepakatan jeda kemanusiaan selama empat hari telah dicapai antara Israel dan Hamas.

Sebelumnya, Hamas-gerakan Islam dan nasionalisme Palestina yang menentang pendudukan Zionis- telah meluncurkan ribuan roket dari Jalur Gaza ke Israel dan melakukan serangan langsung ke beberapa lokasi di Israel,  Sabtu (7/10/2023).

Hamas mengklaim, serangan dengan nama Operasi Badai Al Aqsa itu untuk mengakhiri pendudukan terakhir di bumi. Serangan itu juga disebut balasan atas tindakan provokatif Israel di situs suci Yerusalem dan terhadap warga Palestina yang ditahan.

Gaza adalah wilayah Palestina yang pernah menjadi bagian dari Kekaisaran Ottoman, sebelum diduduki oleh Inggris dari 1918 hingga 1948, dan Mesir dari tahun 1948 hingga 1967.

Share :

Related Posts

Add New Playlist