SALINDIA.ID – Jakarta, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum), Fadil Zumhana kembali menyetujui 14 permohonan penghentian penuntutan perkara berdasarkan keadilan restoratif atau restorative justice.
Dalam keterangan yang diterima InfoPublik, Senin (17/7/2023), Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana menjelaskan, alasan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, para tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum.
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun. Kemudian telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
Tersangka juga telah berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya. Proses perdamaian pun dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi.
Selanjutnya, tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar. Termasuk pertimbangan sosiologis, dan masyarakat merespon positif.
Adapun 14 berkas perkara yang dihentikan yakni:
1. Tersangka Benny Langi Ang dari Kejaksaan Negeri Manado, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Tersangka Tengku Langi dari Kejaksaan Negeri Manado, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Dodi Junior Rivaldo Todar dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka Fahry Samuel Tubagus dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
5. Tersangka Gabriel Owen Mangantung dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka Safitri Datuela dari Kejaksaan Negeri Bolaang Mongondow Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
7. Tersangka Salbia Alkatiri dari Kejaksaan Negeri Bolaang Mongondow Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
8. Tersangka Franni Hiskia Tuju alias Nabi dari Kejaksaan Negeri Minahasa, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (2) atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
9. Tersangka Asnawi alias Nawi alias Pak Wi bin Abdurrahman dari Kejaksaan Negeri Aceh Timur, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
10. Tersangka Agus Dimara dari Kejaksaan Negeri Nabire, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
11. Tersangka Tomas Seko dari Kejaksaan Negeri Merauke, yang disangka melanggar Pasal 359 KUHP tentang Kelalaian yang Menyebabkan Kematian.
12. Tersangka Kasira alias Ambe bin Passaung dari Kejaksaan Negeri Enrekang, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman atau Perbuatan Tidak Menyenangkan.
13. Tersangka Herman bin Dg Condeng dari Kejaksaan Negeri Gowa, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
14. Tersangka Itappa alias Itappa bin Lantong dari Kejaksaan Negeri Sidenreng Rappang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Selanjutnya, JAM Pidum memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif.
Hal ini berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
Foto: dok. Puspenkum
Sumber Berita : InfoPublik.Id